Oleh: Alfira Khairunnisa
Muslimah Peduli Umat Riau
RIAUMANDIRI.CO - Bencana terus bergulir, silih berganti. Itulah yang belakangan kerap melanda Negeri ini. Masih membekas jelas di ingatan kita bencana yang menimpa Lombok beberapa bulan lalu. Belum sembuh luka lama, luka baru tertoreh kembali. Gempa dan tsunami mengguncang dan menerjang Palu. Tidak berhenti dengan gempa dan tsunami, lumpur juga ikut serta menerjang Palu, tiga pencabut nyawa sekaligus menghantam Palu dan sekitarnya.
Tak berselang lama kabar duka kembali terdengar, datang dari transfortasi udara, jatuhnya pesawat JT 610 di sekitar lautan Karawang, ratusan nyawa melayang, kabarnya tak ada satupun korban selamat. Sungguh sangat menyedihkan.
Kemudian yang tak kalah mengejutkan adalah bencana yang baru-baru ini kembali menimpa Nusantara yaitu datangnya tsunami yang mengejutkan Sabtu malam (22/12/2018) yang melukai hampir 1.500 orang dan membuat lebih dari 21 ribu orang mengungsi. Gelombang, yang oleh sebagian penduduk dilaporkan mencapai sekitar 12 meter, itu juga merusak 924 rumah, 74 tempat penginapan, 60 warung dan toko, 434 perahu, 65 kendaraan roda empat dan dua, serta satu dermaga. Tsunami ini diperkirakan disebabkan oleh longsor besar di bawah laut pasca erupsi Gunung Anak Krakatau yang terletak di Selat Sunda. Otorita berwenang mengingatkan bahwa aktivitas vulkanologi dan angin kencang diperkirakan akan mendorong terjadinya tsunami susulan (VoaIndonesia, 27/12/2018)
Muhasabah di Balik Musibah
Pernah suatu ketika terjadi gempa pada masa kekhalifahan Umar Bin Khattab ra. Umar bertanya kepada penduduk Madinah saat itu, “Wahai Manusia, apa ini? apa yang kalian kerjakan (dari maksiat kepada Allah)? Andai kata gempa ini kembali terjadi, aku tak akan bersama kalian lagi!”
Itulah yang dikatakan oleh Umar kepada penduduk Madinah kala itu. Maka setiap bencana mengandung maksud tersendiri saat ditimpakan Allah kepada makhluk-Nya. Semua bencana memiliki ibroh tersendiri, yang dapat dipetik dan dijadikan pembelajaran, pembelajaran untuk dapat bersikap dan berbuat dengan lebih baik.
Bencana alam bukan sebatas bencana, yang mengungkap berbagai teori. Tetapi lebih dari itu, ada pesan cinta yang tersimpan disebaliknya. Allah begitu merindukan hamba-Nya yang sudah jauh dari aturan-Nya. Sungguh sangatlah mudah bagi Allah melakukan hal apapun, karena sesungguhnya Dialah Maha pengatur, maka apapun yang terjadi di muka bumi ini, Allah-lah yang punya kuasa atas segala sesuatu.
Sebagaimana Firman Allah, "Allah-lah yang telah Menciptakan langit dan bumi dan Menurunkan air (hujan) dari langit, kemudian dengan (air hujan) itu Dia Mengeluarkan berbagai buah-buahan sebagai rezeki untukmu; dan Dia telah Menundukkan kapal bagimu agar berlayar di lautan dengan Kehendak-Nya, dan Dia telah Menundukkan sungai-sungai bagimu. Dan Dia telah Menundukkan matahari dan bulan bagimu yang terus-menerus beredar (dalam orbitnya); dan telah menundukkan malam dan siang bagimu.” (QS. Ibrahim 32-33)
Lebih dari itu, semua bencana yang terjadi adalah bentuk dari teguran Allah kepada umat manusia. Bahwa umat sudah jauh dari aturan-aturan Allah, sudah tidak mengindahkan lagi syariat-Nya yang agung. Manusia begitu asyik dengan kenikmatan dunia yang semu dan tertipu daya oleh bisikan syaithon.
Sejatinya manusia adalah makhluk yang paling sempurna diantara makhluk-makhluk yang lain yang ada di muka bumi ini, Allah memberikan akal dan pikiran kepada manusia, yang tidak Allah berikan kepada makhluq-makhluqnya. Seharusnyalah manusia berfikir, apa maksud dari semua bencana yang ditimpakan oleh Allah ini? Selayaknya manusia dapat memetik hikmah disebalik musibah.
Imam Ibnul Qoyyim dalam kitab Al-Jawab Al-Kafy mengungkapkan, “Dan terkadang Allah menggetarkan bumi dengan guncangan yang dahsyat, menimbulkan rasa takut, khusyuk, rasa ingin kembali dan tunduk kepada Allah, serta meninggalkan kemaksiatan dan penyesalan atas kekeliruan manusia. Di kalangan Salaf, jika terjadi gempa bumi mereka berkata, ‘Sesungguhnya Tuhan sedang menegur kalian’.”
Mari kita merenungkan sejenak, benarlah adanya, bahwa semua bencana yang terjadi adalah teguran Allah kepada hambanya yang bemaksiat, dan ujian bagi orang-orang yang taat. Manusia ditegur tersebab sudah tidak lagi hidup sesuai dengan aturan Islam, aturan yang telah Allah buat. Sayangnya manusia malah mencampakkan hukum-hukum Allah.
Begitu banyak aturan Allah yang kita abaikan, merasa enggan untuk melaksanakannya, tidakkah kita takut jika Allah menegur kita dengan bencana seperti yang telah terjadi di Lombok, Palu dsb.? Setiap kemaksiatan yang terjadi akan mengundang adzab Allah, maka berhati-hatilah.
Maka sudah saatnya umat manusia kembali kepada Sistem Islam yang dapat membimbing ke Jalan yang shohih. Jalan yang dapat menuntaskan berbagai persoalan hidup manusia. Hidup mulia di bawah naungan Islam, sungguh inilah kebahagiaan yang sesungguhnya. Tidakkah kita berpikir?
Semoga semua bencana dan musibah yang menimpa umat ini dapat membuka mata hati kita lebar-lebar bahwa sudah saatnya manusia kembali kepada syariah Allah. Wallahua'alam.